Surat Al baqarah ayat 183 sampai 188 dan terjemahan
Puasa, Tentang Puasa, Ayat Alquran tentang Puasa, Dalil Alquran tentang Puasa, Puasa dalam Alquran, Penjelasan Alquran tentang Puasa, Surat Albaqarah ayat 183, Terjemahan Surat Albaqarah Ayat 183, Penjelasan Surat Albaqarah Ayat 183, Tafsir Albaqarah Ayat 183, Surat Albaqarah ayat 184, Terjemahan Surat Albaqarah Ayat 184, Penjelasan Surat Albaqarah Ayat 184, Tafsir Albaqarah Ayat 184, Surat Albaqarah ayat 185, Terjemahan Surat Albaqarah Ayat 185, Penjelasan Surat Albaqarah Ayat 185, Tafsir Albaqarah Ayat 185, Surat Albaqarah ayat 186, Terjemahan Surat Albaqarah Ayat 186, Penjelasan Surat Albaqarah Ayat 186, Tafsir Albaqarah Ayat 186, Surat Albaqarah ayat 187, Terjemahan Surat Albaqarah Ayat 187, Penjelasan Surat Albaqarah Ayat 187, Tafsir Albaqarah Ayat 187, Surat Albaqarah ayat 188, Terjemahan Surat Albaqarah Ayat 188, Penjelasan Surat Albaqarah Ayat 188, Tafsir Albaqarah Ayat 188, Penjelasan Alquran, Tafsir Alquran, Tafsir Alquran Lengkap, Alquran Online, Alquran, Alquran terjemahan Depag, Alquran Lengkap, Alquran Arab, Alquran Indonesia, Arti Alquran, Alquran terjemahan Indonesia, Ayat-Ayat Alquran Lengkap dengan Terjemahan Bahasa Indonesia
Berikut Surat Al baqarah ayat 183 dan 188 beserta Terjemahan dan Penjelasannya
JUZ 2
AL BAQARAH
(SAPI BETINA)
SURAT KE 2 : 286 ayat
Dengan Menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyanyang.
183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Asbabun nuzul
[114]. Maksudnya memberi makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.
Ayat ini (S. 2: 184) turun berkenaan dengan maula (Budak yang sudah dimerdekakan) Qais bin Assa-ib yang memaksakan diri berpuasa, padahal ia sudah tua sekali. Dengan turunnya ayat ini (S. 2: 184), ia berbuka dan membayar fidyah dengan memberi makan seorang miskin, selama ia tidak berpuasa itu.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Sa'd di dalam kitab at-Thabaqat yang bersumber dari Mujahid.)
185. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
186. Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. Asbabun nuzul
Ayat ini turun berkenaan dengan datangnya seorang Arab Badui kepada Nabi SAW yang bertanya: "Apakah Tuhan kita itu dekat, sehingga kami dapat munajat/memohon kepada-Nya, atau jauh, sehingga kami harus menyeru-Nya?" Nabi SAW terdiam, hingga turunlah ayat ini (S. 2: 186) sebagai jawaban terhadap pertanyaan itu.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Marduwaih, Abussyaikh dan lain-lainnya dari beberapa jalan, dari Jarir bin Abdul Hamid, dari Abdah as-Sajastani, dari as-Shalt bin Hakim bin Mu'awiyah bin Jaidah, dari bapaknya yang bersumber dari datuknya.)
Menurut riwayat lain, ayat ini (S. 2: 186) turun sebagai jawaban terhadap beberapa shahabat yang bertanya kepada Nabi SAW: "Dimanakah Tuhan kita?"
(Diriwayatkan oleh 'Abdurrazzaq dari Hasan, tetapi ada sumber-sumber lain yang memperkuatnya. Hadits ini mursal.)
Menurut riwayat lain, ayat ini (S. 2: 186) turun berkenaan dengan sabda Rasulullah SAW: "Janganlah kalian berkecil hati dalam berdoa, karena Allah SWT telah berfirman "Ud'uni astajib lakum" yang artinya berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya) (S. 40. 60). Berkatalah salah seorang di antara mereka: "Wahai Rasulullah! Apakah Tuhan mendengar doa kita atau bagaimana?" Sebagai jawabannya, turunlah ayat ini (S. 2: 186)
(Diriwayatkan oleh Ibnu 'Asakir yang bersumber dari Ali.)
Menurut riwayat lain, setelah turun ayat "Waqala rabbukum ud'uni astajib lakum" yang artinya berdoalah kamu kepada-Ku, pasti aku mengijabahnya (S. 40: 60), para shahabat tidak mengetahui bilamana yang tepat untuk berdoa. Maka turunlah ayat ini (S. 2: 186)
(Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari 'Atha bin abi Rabah.)
187. Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf[115] dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. Asbabun nuzul
[115]. I'tikaf ialah berada dalam mesjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.
Mengenai turunnya ayat ini terdapat beberapa peristiwa sebagai berikut:
a. Para shahabat Nabi SAW menganggap bahwa makan, minum dan menggauli istrinya pada malam hari bulan Ramadhan, hanya boleh dilakukan sementara mereka belum tidur. Di antara mereka Qais bin Shirmah dan Umar bin Khaththab. Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar) merasa kepayahan setelah bekerja pada siang harinya. Karenanya setelah shalat Isya, ia tertidur, sehingga tidak makan dan minum hingga pagi. Adapun Umar bin Khaththab menggauli istrinya setelah tertidur pada malam hari bulan Ramadhan. Keesokan harinya ia menghadap kepada Nabi SAW untuk menerangkan hal itu. Maka turunlah ayat "Uhilla lakum lailatashshiamir rafatsu sampai atimmush shiyama ilal lail" (S. 2: 187)
(Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim dari Abdurrahman bin Abi Laila, yang bersumber dari Mu'adz bin Jabal. Hadits ini masyhur, artinya hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih kepada tiga orang atau lebih dan seterusnya. Walaupun ia tidak mendengar langsung dari Mu'adz bin Jabal, tapi mempunyai sumber lain yang memperkuatnya.)
b. Seorang shahabat Nabi SAW tidak makan dan minum pada malam bulan Ramadhan, karena tertidur setelah tibanya waktu berbuka puasa. Pada malam itu ia tidak makan sama sekali, dan keesokan harinya ia berpuasa lagi. Seorang shahabat lainnya bernama Qais bin Shirmah (dari golongan Anshar), ketika tiba waktu berbuka puasa, meminta makanan kepada istrinya yang kebetulan belum tersedia. Ketika istrinya menyediakan makanan, karena lelahnya bekerja pada siang harinya, Qais bin Shirmah tertidur. Setelah makanan tersedia, istrinya mendapatkan suaminya tertidur. Berkatalah ia: "Wahai, celakalah engkau." (Pada waktu itu ada anggapan bahwa apabila seseorang sudah tidur pada malam hari bulan puasa, tidak dibolehkan makan). Pada tengah hari keesokan harinya, Qais bin Shirmah pingsan. Kejadian ini disampaikan kepada Nabi SAW. Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 187) sehingga gembiralah kaum Muslimin.
c. Para shahabat Nabi SAW apabila tiba bulan Ramadhan tidak mendekati istrinya sebulan penuh. Akan tetapi terdapat di antaranya yang tidak dapat menahan nafsunya. Maka turunlah ayat " 'Alimal lahu annakum kuntum takhtanuna anfusakum fataba'alaikum wa'afa 'ankum sampai akhir ayat."
(Diriwayatkan oleh Bukhari dari al-Barra.)
d. Pada waktu itu ada anggapan bahwa pada bulan Ramadhan yang puasa haram makan, minum dan menggauli istrinya setelah tertidur malam hari sampai ia berbuka puasa keesokan harinya. Pada suatu ketika 'umar bin Khaththab pulang dari rumah Nabi SAW setelah larut malam. Ia menginginkan menggauli istrinya, tapi istrinya berkata: "Saya sudah tidur." 'Umar berkata: "Kau tidak tidur", dan ia pun menggaulinya. Demikian juga Ka'b berbuat seperti itu. Keesokan harinya 'umar menceritakan hal dirinya kepada Nabi SAW. Maka turunlah ayat tersebut di atas (S. 2: 187) dari awal sampai akhir ayat.
(Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim dari Abdullah bin Ka'b bin Malik, yang bersumber dari bapaknya.)
e. Kata "minal fajri" dalam S. 2: 187 diturunkan berkenaan dengan orang-orang pada malam hari, mengikat kakinya dengan tali putih dan tali hitam, apabila hendak puasa. Mereka makan dan minum sampai jelas terlihat perbedaan antara ke dua tali itu, Maka turunlah ayat "minal fajri". Kemudian mereka mengerti bahwa khaithul abydlu minal khaitil aswadi itu tiada lain adalah siang dan malam.
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari yang bersumber dari Sahl bin Sa'id.)
f. Kata "wala tubasyiruhunna wa antum 'akifuna fil masajid" dalam S. 2: 187 tersebut di atas turun berkenaan dengan seorang shahabat yang keluar dari masjid untuk menggauli istrinya di saat ia sedang i'tikaf.
(Diriwayatkan oleh ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah.)
188. Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. Asbabun nuzul
Ayat ini turun berkenaan dengan Imriil Qais bin 'Abis dan 'Abdan bin Asyma' al-Hadlrami yang bertengkar dala soal tanah. Imriil Qais berusaha untuk mendapatkan tanah itu menjadi miliknya dengan bersumpah di depan Hakim. Ayat ini sebagai peringatan kepada orang-orang yang merampas hak orang dengan jalan bathil.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa'id bin Jubair.)
Demikian Surat Albaqarah ayat 183 sampai 188 dan Terjemahannya serta Penjelasannya
Sebelumnya >>>>> Surat Al baqarah ayat 180 sampai 182 dan terjemahan
Selanjutnya >>>>> Surat Al baqarah ayat 189 sampai 195 dan terjemahan
Belum ada Komentar untuk "Surat Al baqarah ayat 183 sampai 188 dan terjemahan"
Posting Komentar
Kritik dan Saran Sangat Diharapkan untuk Mendukung Supaya Web ini Menjadi Lebih Baik. Komentar Anda adalah tanggapan pribadi, kami berhak menghapus komentar yang mengandung kata-kata pelecehan, intimidasi, dan SARA. Terima kasih.